Dalam biologi, sel adalah kumpulan materi paling sederhana yang dapat hidup dan merupakan unit penyusun semua makhluk hidup.[1][2] Sel mampu melakukan semua aktivitas kehidupan dan sebagian besar reaksi kimia untuk mempertahankan kehidupan berlangsung di dalam sel.[3][4] Kebanyakan makhluk hidup tersusun atas sel tunggal,[5] atau disebut organisme uniseluler, misalnya bakteri dan ameba. Makhluk hidup lainnya, termasuk tumbuhan, hewan, dan manusia, merupakan organisme multiseluler yang terdiri dari banyak tipe sel terspesialisasi dengan fungsinya masing-masing.[1] Tubuh manusia, misalnya, tersusun atas lebih dari 1013 sel.[5] Namun demikian, seluruh tubuh semua organisme berasal dari hasil pembelahan satu sel. Contohnya, tubuh bakteri berasal dari pembelahan sel bakteri induknya, sementara tubuh tikus berasal dari pembelahan sel telur induknya yang sudah dibuahi.
Sel-sel pada organisme multiseluler tidak akan bertahan lama jika masing-masing berdiri sendiri.[1] Sel yang sama dikelompokkan menjadi jaringan, yang membangun organ dan kemudian sistem organ yang membentuk tubuh organisme tersebut. Contohnya, sel otot jantung membentuk jaringan otot jantung pada organ jantung yang merupakan bagian dari sistem organ peredaran darah pada tubuh manusia. Sementara itu, sel sendiri tersusun atas komponen-komponen yang disebut organel.[6]
Sel terkecil yang dikenal manusia ialah bakteri Mycoplasma dengan diameter 0,0001 sampai 0,001 mm,[7] sedangkan salah satu sel tunggal yang bisa dilihat dengan mata telanjang ialah telur ayam yang belum dibuahi. Akan tetapi, sebagian besar sel berdiameter antara 1 sampai 100 µm (0,001–0,1 mm) sehingga hanya bisa dilihat dengan mikroskop.[8] Penemuan dan kajian awal tentang sel memperoleh kemajuan sejalan dengan penemuan dan penyempurnaan mikroskop pada abad ke-17. Robert Hooke pertama kali mendeskripsikan dan menamai sel pada tahun 1665 ketika ia mengamati suatu irisan gabus (kulit batang pohon ek) dengan mikroskop yang memiliki perbesaran 30 kali.[4] Namun demikian, teori sel sebagai unit kehidupan baru dirumuskan hampir dua abad setelah itu oleh Matthias Schleiden dan Theodor Schwann. Selanjutnya, sel dikaji dalam cabang biologi yang disebut biologi sel.
Sejarah
Penemuan awal
Mikroskop majemuk dengan dua lensa telah ditemukan pada akhir abad ke-16 dan selanjutnya dikembangkan di Belanda, Italia, dan Inggris. Hingga pertengahan abad ke-17 mikroskop sudah memiliki kemampuan perbesaran citra sampai 30 kali. Ilmuwan Inggris Robert Hooke kemudian merancang mikroskop majemuk yang memiliki sumber cahaya sendiri sehingga lebih mudah digunakan.[10] Ia mengamati irisan-irisan tipis gabus
melalui mikroskop dan menjabarkan struktur mikroskopik gabus sebagai
"berpori-pori seperti sarang lebah tetapi pori-porinya tidak beraturan"
dalam makalah yang diterbitkan pada tahun 1665.[11] Hooke menyebut pori-pori itu cells karena mirip dengan sel (bilik kecil) di dalam biara atau penjara.[10][12] Yang sebenarnya dilihat oleh Hooke adalah dinding sel kosong yang melingkupi sel-sel mati pada gabus yang berasal dari kulit pohon ek.[13] Ia juga mengamati bahwa di dalam tumbuhan hijau terdapat sel yang berisi cairan.[9]
Pada masa yang sama di Belanda, Antony van Leeuwenhoek, seorang pedagang kain, menciptakan mikroskopnya sendiri yang berlensa satu dan menggunakannya untuk mengamati berbagai hal.[10] Ia berhasil melihat sel darah merah, spermatozoid, khamir bersel tunggal, protozoa, dan bahkan bakteri.[13][14] Pada tahun 1673 ia mulai mengirimkan surat yang memerinci kegiatannya kepada Royal Society, perkumpulan ilmiah Inggris, yang lalu menerbitkannya. Pada salah satu suratnya, Leeuwenhoek menggambarkan sesuatu yang bergerak-gerak di dalam air liur yang diamatinya di bawah mikroskop. Ia menyebutnya diertjen atau dierken (bahasa Belanda: 'hewan kecil', diterjemahkan sebagai animalcule dalam bahasa Inggris oleh Royal Society), yang diyakini sebagai bakteri oleh ilmuwan modern.[10][15]
Pada tahun 1675–1679, ilmuwan Italia Marcello Malpighi menjabarkan unit penyusun tumbuhan yang ia sebut utricle ('kantong kecil'). Menurut pengamatannya, setiap rongga tersebut berisi cairan dan dikelilingi oleh dinding yang kokoh. Nehemiah Grew
dari Inggris juga menjabarkan sel tumbuhan dalam tulisannya yang
diterbitkan pada tahun 1682, dan ia berhasil mengamati banyak struktur
hijau kecil di dalam sel-sel daun tumbuhan, yaitu kloroplas.[10][16]
Teori sel
Beberapa ilmuwan pada abad ke-18 dan awal abad ke-19 telah berspekulasi atau mengamati bahwa tumbuhan dan hewan tersusun atas sel,[17] namun hal tersebut masih diperdebatkan pada saat itu.[16] Pada tahun 1838, ahli botani Jerman Matthias Jakob Schleiden menyatakan bahwa semua tumbuhan terdiri atas sel dan bahwa semua aspek fungsi tubuh tumbuhan pada dasarnya merupakan manifestasi aktivitas sel.[18] Ia juga menyatakan pentingnya nukleus (yang ditemukan Robert Brown pada tahun 1831) dalam fungsi dan pembentukan sel, namun ia salah mengira bahwa sel terbentuk dari nukleus.[16][19] Pada tahun 1839, Theodor Schwann,
yang setelah berdiskusi dengan Schleiden menyadari bahwa ia pernah
mengamati nukleus sel hewan sebagaimana Schleiden mengamatinya pada
tumbuhan, menyatakan bahwa semua bagian tubuh hewan juga tersusun atas sel. Menurutnya, prinsip universal pembentukan berbagai bagian tubuh semua organisme adalah pembentukan sel.[18]
Yang kemudian memerinci teori sel sebagaimana yang dikenal dalam bentuk modern ialah Rudolf Virchow,
seorang ilmuwan Jerman lainnya. Pada mulanya ia sependapat dengan
Schleiden mengenai pembentukan sel. Namun, pengamatan mikroskopis atas
berbagai proses patologis membuatnya menyimpulkan hal yang sama dengan
yang telah disimpulkan oleh Robert Remak dari pengamatannya terhadap sel darah merah dan embrio, yaitu bahwa sel berasal dari sel lain melalui pembelahan sel. Pada tahun 1855, Virchow menerbitkan makalahnya yang memuat motonya yang terkenal, omnis cellula e cellula (semua sel berasal dari sel).[20][21]
Perkembangan biologi sel
Antara tahun 1875 dan 1895, terjadi berbagai penemuan mengenai fenomena seluler dasar, seperti mitosis, meiosis, dan fertilisasi, serta berbagai organel penting, seperti mitokondria, kloroplas, dan badan Golgi.[22] Lahirlah bidang yang mempelajari sel, yang saat itu disebut sitologi.
Perkembangan teknik baru, terutama fraksinasi sel dan mikroskopi elektron, memungkinkan sitologi dan biokimia melahirkan bidang baru yang disebut biologi sel.[23] Pada tahun 1960, perhimpunan ilmiah American Society for Cell Biology didirikan di New York, Amerika Serikat, dan tidak lama setelahnya, jurnal ilmiah Journal of Biochemical and Biophysical Cytology berganti nama menjadi Journal of Cell Biology.[24] Pada akhir dekade 1960-an, biologi sel telah menjadi suatu disiplin ilmu yang mapan, dengan perhimpunan dan publikasi ilmiahnya sendiri serta memiliki misi mengungkapkan mekanisme fungsi organel sel.[25]
Struktur
Semua sel dibatasi oleh suatu membran yang disebut membran plasma, sementara daerah di dalam sel disebut sitoplasma.[26] Setiap sel, pada tahap tertentu dalam hidupnya, mengandung DNA sebagai materi yang dapat diwariskan dan mengarahkan aktivitas sel tersebut.[27] Selain itu, semua sel memiliki struktur yang disebut ribosom yang berfungsi dalam pembuatan protein yang akan digunakan sebagai katalis pada berbagai reaksi kimia dalam sel tersebut.[5]
Setiap organisme tersusun atas salah satu dari dua jenis sel yang secara struktur berbeda: sel prokariotik atau sel eukariotik. Kedua jenis sel ini dibedakan berdasarkan posisi DNA di dalam sel; sebagian besar DNA pada eukariota terselubung membran organel yang disebut nukleus atau inti sel, sedangkan prokariota tidak memiliki nukleus. Hanya bakteri dan arkea yang memiliki sel prokariotik, sementara protista, tumbuhan, jamur, dan hewan memiliki sel eukariotik.[7]
Sel prokariota
Pada sel prokariota (dari bahasa Yunani, pro, 'sebelum' dan karyon, 'biji'), tidak ada membran yang memisahkan DNA dari bagian sel lainnya, dan daerah tempat DNA terkonsentrasi di sitoplasma disebut nukleoid.[7] Kebanyakan prokariota merupakan organisme uniseluler dengan sel berukuran kecil (berdiameter 0,7–2,0 µm dan volumenya sekitar 1 µm3) serta umumnya terdiri dari selubung sel, membran sel, sitoplasma, nukleoid, dan beberapa struktur lain.[28]
Hampir semua sel prokariotik memiliki selubung sel di luar membran
selnya. Jika selubung tersebut mengandung suatu lapisan kaku yang
terbuat dari karbohidrat atau kompleks karbohidrat-protein, peptidoglikan, lapisan itu disebut sebagai dinding sel. Kebanyakan bakteri memiliki suatu membran luar yang menutupi lapisan peptidoglikan, dan ada pula bakteri yang memiliki selubung sel dari protein. Sementara itu, kebanyakan selubung sel arkea berbahan protein, walaupun ada juga yang berbahan peptidoglikan. Selubung sel prokariota mencegah sel pecah akibat tekanan osmotik pada lingkungan yang memiliki konsentrasi lebih rendah daripada isi sel.[29]
Sejumlah prokariota memiliki struktur lain di luar selubung selnya.
Banyak jenis bakteri memiliki lapisan di luar dinding sel yang disebut kapsul
yang membantu sel bakteri melekat pada permukaan benda dan sel lain.
Kapsul juga dapat membantu sel bakteri menghindar dari sel kekebalan tubuh
manusia jenis tertentu. Selain itu, sejumlah bakteri melekat pada
permukaan benda dan sel lain dengan benang protein yang disebut pilus (jamak: pili) dan fimbria (jamak: fimbriae). Banyak jenis bakteri bergerak menggunakan flagelum (jamak: flagela) yang melekat pada dinding selnya dan berputar seperti motor.[30]
Prokariota umumnya memiliki satu molekul DNA dengan struktur lingkar
yang terkonsentrasi pada nukleoid. Selain itu, prokariota sering kali
juga memiliki bahan genetik tambahan yang disebut plasmid
yang juga berstruktur DNA lingkar. Pada umumnya, plasmid tidak
dibutuhkan oleh sel untuk pertumbuhan meskipun sering kali plasmid
membawa gen tertentu yang memberikan keuntungan tambahan pada keadaan
tertentu, misalnya resistansi terhadap antibiotik.[31]
Prokariota juga memiliki sejumlah protein struktural yang disebut sitoskeleton, yang pada mulanya dianggap hanya ada pada eukariota.[32] Protein skeleton tersebut meregulasi pembelahan sel dan berperan menentukan bentuk sel.[33]
Sel eukariota
Tidak seperti prokariota, sel eukariota (bahasa Yunani, eu, 'sebenarnya' dan karyon) memiliki nukleus. Diameter sel eukariota biasanya 10 hingga 100 µm, sepuluh kali lebih besar daripada bakteri. Sitoplasma eukariota adalah daerah di antara nukleus dan membran sel. Sitoplasma ini terdiri dari medium semicair yang disebut sitosol, yang di dalamnya terdapat organel-organel dengan bentuk dan fungsi terspesialisasi serta sebagian besar tidak dimiliki prokariota.[7] Kebanyakan organel dibatasi oleh satu lapis membran, namun ada pula yang dibatasi oleh dua membran, misalnya nukleus.
Selain nukleus, sejumlah organel lain dimiliki hampir semua sel eukariota, yaitu (1) mitokondria, tempat sebagian besar metabolisme energi sel terjadi; (2) retikulum endoplasma, suatu jaringan membran tempat sintesis glikoprotein dan lipid; (3) badan Golgi, yang mengarahkan hasil sintesis sel ke tempat tujuannya; serta (4) peroksisom, tempat perombakan asam lemak dan asam amino. Lisosom, yang menguraikan komponen sel yang rusak dan benda asing yang dimasukkan oleh sel, ditemukan pada sel hewan, tetapi tidak pada sel tumbuhan. Kloroplas, tempat terjadinya fotosintesis, hanya ditemukan pada sel-sel tertentu daun tumbuhan dan sejumlah organisme uniseluler. Baik sel tumbuhan maupun sejumlah eukariota uniseluler memiliki satu atau lebih vakuola, yaitu organel tempat menyimpan nutrien dan limbah serta tempat terjadinya sejumlah reaksi penguraian.[34]
Jaringan protein serat sitoskeleton mempertahankan bentuk sel dan mengendalikan pergerakan struktur di dalam sel eukariota.[34] Sentriol, yang hanya ditemukan pada sel hewan di dekat nukleus, juga terbuat dari sitoskeleton.[35]
Dinding sel yang kaku, terbuat dari selulosa dan polimer lain, mengelilingi sel tumbuhan dan membuatnya kuat dan tegar. Fungi juga memiliki dinding sel, namun komposisinya berbeda dari dinding sel bakteri maupun tumbuhan.[34] Di antara dinding sel tumbuhan yang bersebelahan terdapat saluran yang disebut plasmodesmata.[36]
Komponen subseluler
Membran
Membran sel yang membatasi sel disebut sebagai membran plasma dan berfungsi sebagai rintangan selektif yang memungkinkan aliran oksigen, nutrien, dan limbah yang cukup untuk melayani seluruh volume sel.[7] Membran sel juga berperan dalam sintesis ATP, pensinyalan sel, dan adhesi sel.
Membran sel berupa lapisan sangat tipis yang terbentuk dari molekul lipid dan protein.
Membran sel bersifat dinamik dan kebanyakan molekulnya dapat bergerak
di sepanjang bidang membran. Molekul lipid membran tersusun dalam dua
lapis dengan tebal sekitar 5 nm yang menjadi penghalang bagi kebanyakan molekul hidrofilik.
Molekul-molekul protein yang menembus lapisan ganda lipid tersebut
berperan dalam hampir semua fungsi lain membran, misalnya mengangkut
molekul tertentu melewati membran. Ada pula protein yang menjadi pengait
struktural ke sel lain, atau menjadi reseptor
yang mendeteksi dan menyalurkan sinyal kimiawi dalam lingkungan sel.
Diperkirakan bahwa sekitar 30% protein yang dapat disintesis sel hewan
merupakan protein membran.[37]
Nukleus
Nukleus mengandung sebagian besar gen yang mengendalikan sel eukariota (sebagian lain gen terletak di dalam mitokondria dan kloroplas). Dengan diameter rata-rata 5 µm, organel ini umumnya adalah organel yang paling mencolok dalam sel eukariota.[38] Kebanyakan sel memiliki satu nukleus,[39] namun ada pula yang memiliki banyak nukleus, contohnya sel otot rangka, dan ada pula yang tidak memiliki nukleus, contohnya sel darah merah matang yang kehilangan nukleusnya saat berkembang.[40]
Selubung nukleus melingkupi nukleus dan memisahkan isinya (yang disebut nukleoplasma) dari sitoplasma. Selubung ini terdiri dari dua membran
yang masing-masing merupakan lapisan ganda lipid dengan protein
terkait. Membran luar dan dalam selubung nukleus dipisahkan oleh ruangan
sekitar 20–40 nm. Selubung nukleus memiliki sejumlah pori yang
berdiameter sekitar 100 nm dan pada bibir setiap pori, kedua membran
selubung nukleus menyatu.[38]
Di dalam nukleus, DNA terorganisasi bersama dengan protein menjadi kromatin. Sewaktu sel siap untuk membelah, kromatin kusut yang berbentuk benang akan menggulung, menjadi cukup tebal untuk dibedakan melalui mikroskop sebagai struktur terpisah yang disebut kromosom.[38]
Struktur yang menonjol di dalam nukleus sel yang sedang tidak membelah ialah nukleolus, yang merupakan tempat sejumlah komponen ribosom
disintesis dan dirakit. Komponen-komponen ini kemudian dilewatkan
melalui pori nukleus ke sitoplasma, tempat semuanya bergabung menjadi
ribosom. Kadang-kadang terdapat lebih dari satu nukleolus, bergantung
pada spesiesnya dan tahap reproduksi sel tersebut.[38]
Nukleus mengedalikan sintesis protein di dalam sitoplasma dengan cara mengirim molekul pembawa pesan berupa RNA, yaitu mRNA, yang disintesis berdasarkan "pesan" gen pada DNA. RNA ini lalu dikeluarkan ke sitoplasma melalui pori nukleus dan melekat pada ribosom, tempat pesan genetik tersebut diterjemahkan menjadi urutan asam amino protein yang disintesis.[38]
Ribosom
Ribosom merupakan tempat sel membuat protein. Sel dengan laju sintesis protein yang tinggi memiliki banyak sekali ribosom, contohnya sel hati manusia yang memiliki beberapa juta ribosom.[38] Ribosom sendiri tersusun atas berbagai jenis protein dan sejumlah molekul RNA.
Ribosom eukariota lebih besar daripada ribosom prokariota,
namun keduanya sangat mirip dalam hal struktur dan fungsi. Keduanya
terdiri dari satu subunit besar dan satu subunit kecil yang bergabung
membentuk ribosom lengkap dengan massa beberapa juta dalton.[41]
Pada eukariota, ribosom dapat ditemukan bebas di sitosol atau terikat pada bagian luar retikulum endoplasma.
Sebagian besar protein yang diproduksi ribosom bebas akan berfungsi di
dalam sitosol, sementara ribosom terikat umumnya membuat protein yang
ditujukan untuk dimasukkan ke dalam membran, untuk dibungkus di dalam organel tertentu seperti lisosom,
atau untuk dikirim ke luar sel. Ribosom bebas dan terikat memiliki
struktur identik dan dapat saling bertukar tempat. Sel dapat
menyesuaikan jumlah relatif masing-masing ribosom begitu metabolismenya
berubah.[38]
Sistem endomembran
Berbagai membran dalam sel eukariota
merupakan bagian dari sistem endomembran. Membran ini dihubungkan
melalui sambungan fisik langsung atau melalui transfer antarsegmen
membran dalam bentuk vesikel (gelembung yang dibungkus membran) kecil. Sistem endomembran mencakup selubung nukleus, retikulum endoplasma, badan Golgi, lisosom, berbagai jenis vakuola, dan membran plasma.[38] Sistem ini memiliki berbagai fungsi, termasuk sintesis dan modifikasi protein serta transpor protein ke membran dan organel atau ke luar sel, sintesis lipid, dan penetralan beberapa jenis racun.[42]
Retikulum endoplasma
Retikulum endoplasma merupakan perluasan selubung nukleus yang terdiri dari jaringan (reticulum = 'jaring kecil') saluran bermembran dan vesikel
yang saling terhubung. Terdapat dua bentuk retikulum endoplasma, yaitu
retikulum endoplasma kasar dan retikulum endoplasma halus.[42]
Retikulum endoplasma kasar disebut demikian karena permukaannya ditempeli banyak ribosom.
Ribosom yang mulai mensintesis protein dengan tempat tujuan tertentu,
seperti organel tertentu atau membran, akan menempel pada retikulum
endoplasma kasar. Protein yang terbentuk akan terdorong ke bagian dalam
retikulum endoplasma yang disebut lumen.[43] Di dalam lumen, protein tersebut mengalami pelipatan dan dimodifikasi, misalnya dengan penambahan karbohidrat untuk membentuk glikoprotein. Protein tersebut lalu dipindahkan ke bagian lain sel di dalam vesikel
kecil yang menyembul keluar dari retikulum endoplasma, dan bergabung
dengan organel yang berperan lebih lanjut dalam modifikasi dan
distribusinya. Kebanyakan protein menuju ke badan Golgi, yang akan mengemas dan memilahnya untuk diantarkan ke tujuan akhirnya.
Retikulum endoplasma halus tidak memiliki ribosom pada permukaannya.
Retikulum endoplasma halus berfungsi, misalnya, dalam sintesis lipid komponen membran sel. Dalam jenis sel tertentu, misalnya sel hati, membran retikulum endoplasma halus mengandung enzim yang mengubah obat-obatan, racun, dan produk sampingan beracun dari metabolisme sel menjadi senyawa-senyawa yang kurang beracun atau lebih mudah dikeluarkan tubuh.[42]
Badan Golgi
Badan Golgi (dinamai menurut nama penemunya, Camillo Golgi) tersusun atas setumpuk kantong pipih dari membran yang disebut sisterna.
Biasanya terdapat tiga sampai delapan sisterna, tetapi ada sejumlah
organisme yang memiliki badan Golgi dengan puluhan sisterna. Jumlah dan
ukuran badan Golgi bergantung pada jenis sel dan aktivitas metabolismenya. Sel yang aktif melakukan sekresi protein dapat memiliki ratusan badan Golgi. Organel ini biasanya terletak di antara retikulum endoplasma dan membran plasma.[42]
Sisi badan Golgi yang paling dekat dengan nukleus disebut sisi cis, sementara sisi yang menjauhi nukleus disebut sisi trans. Ketika tiba di sisi cis, protein dimasukkan ke dalam lumen sisterna. Di dalam lumen, protein tersebut dimodifikasi, misalnya dengan penambahan karbohidrat, ditandai dengan penanda kimiawi, dan dipilah-pilah agar nantinya dapat dikirim ke tujuannya masing-masing.[43]
Badan Golgi mengatur pergerakan berbagai jenis protein; ada yang
disekresikan ke luar sel, ada yang digabungkan ke membran plasma sebagai
protein transmembran, dan ada pula yang ditempatkan di dalam lisosom. Protein yang disekresikan dari sel diangkut ke membran plasma di dalam vesikel sekresi, yang melepaskan isinya dengan cara bergabung dengan membran plasma dalam proses eksositosis. Proses sebaliknya, endositosis,
dapat terjadi bila membran plasma mencekung ke dalam sel dan membentuk
vesikel endositosis yang dibawa ke badan Golgi atau tempat lain,
misalnya lisosom.[42]
Lisosom
Lisosom pada sel hewan merupakan vesikel yang memuat lebih dari 30 jenis enzim
hidrolitik untuk menguraikan berbagai molekul kompleks. Sel menggunakan
kembali subunit molekul yang sudah diuraikan lisosom itu. Bergantung
pada zat yang diuraikannya, lisosom dapat memiliki berbagai ukuran dan
bentuk. Organel ini dibentuk sebagai vesikel yang melepaskan diri dari badan Golgi.[42]
Lisosom menguraikan molekul makanan yang masuk ke dalam sel melalui endositosis ketika suatu vesikel endositosis bergabung dengan lisosom. Dalam proses yang disebut autofagi, lisosom mencerna organel yang tidak berfungsi dengan benar. Lisosom juga berperan dalam fagositosis, proses yang dilakukan sejumlah jenis sel untuk menelan bakteri atau fragmen sel lain untuk diuraikan. Contoh sel yang melakukan fagositosis ialah sejenis sel darah putih yang disebut fagosit, yang berperan penting dalam sistem kekebalan tubuh.[42]
Vakuola
Kebanyakan fungsi lisosom sel hewan dilakukan oleh vakuola pada sel tumbuhan. Membran vakuola, yang merupakan bagian dari sistem endomembran, disebut tonoplas. Vakuola berasal dari kata bahasa Latin vacuolum yang berarti 'kosong' dan dinamai demikian karena organel ini tidak memiliki struktur internal. Umumnya vakuola lebih besar daripada vesikel, dan kadang kala terbentuk dari gabungan banyak vesikel.[44]
Sel tumbuhan muda berukuran kecil dan mengandung banyak vakuola kecil
yang kemudian bergabung membentuk suatu vakuola sentral seiring dengan
penambahan air
ke dalamnya. Ukuran sel tumbuhan diperbesar dengan menambahkan air ke
dalam vakuola sentral tersebut. Vakuola sentral juga mengandung cadangan
makanan, garam-garam, pigmen, dan limbah metabolisme. Zat yang beracun bagi herbivora dapat pula disimpan dalam vakuola sebagai mekanisme pertahanan. Vakuola juga berperan penting dalam mempertahankan tekanan turgor tumbuhan.[44]
Vakuola memiliki banyak fungsi lain dan juga dapat ditemukan pada sel hewan dan protista uniseluler. Kebanyakan protozoa
memiliki vakuola makanan, yang bergabung dengan lisosom agar makanan di
dalamnya dapat dicerna. Beberapa jenis protozoa juga memiliki vakuola
kontraktil, yang mengeluarkan kelebihan air dari sel.[44]
Mitokondria
Sebagian besar sel eukariota mengandung banyak mitokondria, yang menempati sampai 25 persen volume sitoplasma. Organel ini termasuk organel yang besar, secara umum hanya lebih kecil dari nukleus, vakuola, dan kloroplas.[45] Nama mitokondria berasal dari penampakannya yang seperti benang (bahasa Yunani mitos, 'benang') di bawah mikroskop cahaya.[46]
Organel ini memiliki dua macam membran,
yaitu membran luar dan membran dalam, yang dipisahkan oleh ruang
antarmembran. Luas permukaan membran dalam lebih besar daripada membran
luar karena memiliki lipatan-lipatan, atau krista, yang menyembul ke dalam matriks, atau ruang dalam mitokondria.[45]
Mitokondria adalah tempat berlangsungnya respirasi seluler, yaitu suatu proses kimiawi yang memberi energi pada sel.[47] Karbohidrat dan lemak merupakan contoh molekul makanan berenergi tinggi yang dipecah menjadi air dan karbon dioksida
oleh reaksi-reaksi di dalam mitokondria, dengan pelepasan energi.
Kebanyakan energi yang dilepas dalam proses itu ditangkap oleh molekul
yang disebut ATP. Mitokondria-lah yang menghasilkan sebagian besar ATP sel.[42] Energi kimiawi ATP nantinya dapat digunakan untuk menjalankan berbagai reaksi kimia dalam sel.[44] Sebagian besar tahap pemecahan molekul makanan dan pembuatan ATP tersebut dilakukan oleh enzim-enzim yang terdapat di dalam krista dan matriks mitokondria.[45]
Mitokondria memperbanyak diri secara independen dari keseluruhan bagian sel lain.[46] Organel ini memiliki DNA sendiri yang menyandikan sejumlah protein mitokondria, yang dibuat pada ribosomnya sendiri yang serupa dengan ribosom prokariota.[44]
Kloroplas
Kloroplas merupakan salah satu jenis organel yang disebut plastid pada tumbuhan dan alga.[36] Kloroplas mengandung klorofil, pigmen hijau yang menangkap energi cahaya untuk fotosintesis, yaitu serangkaian reaksi yang mengubah energi cahaya menjadi energi kimiawi yang disimpan dalam molekul karbohidrat dan senyawa organik lain.[48]
Satu sel alga uniseluler dapat memiliki satu kloroplas saja, sementara satu sel daun dapat memiliki 20 sampai 100 kloroplas. Organel ini cenderung lebih besar daripada mitokondria,
dengan panjang 5–10 µm atau lebih. Kloroplas biasanya berbentuk seperti
cakram dan, seperti mitokondria, memiliki membran luar dan membran
dalam yang dipisahkan oleh ruang antarmembran. Membran dalam kloroplas
menyelimuti stroma, yang memuat berbagai enzim yang bertanggung jawab membentuk karbohidrat dari karbon dioksida dan air dalam fotosintesis. Suatu sistem membran dalam yang kedua di dalam stroma terdiri dari kantong-kantong pipih disebut tilakoid yang saling berhubungan. Tilakoid-tilakoid membentuk suatu tumpukan yang disebut granum (jamak, grana).
Klorofil terdapat pada membran tilakoid, yang berperan serupa dengan
membran dalam mitokondria, yaitu terlibat dalam pembentukan ATP.[48]
Sebagian ATP yang terbentuk ini digunakan oleh enzim di stroma untuk
mengubah karbon dioksida menjadi senyawa antara berkarbon tiga yang
kemudian dikeluarkan ke sitoplasma dan diubah menjadi karbohidrat.[49]
Sama seperti mitokondria, kloroplas juga memiliki DNA dan ribosomnya sendiri serta tumbuh dan memperbanyak dirinya sendiri.[44] Kedua organel ini juga dapat berpindah-pindah tempat di dalam sel.[49]
Peroksisom
Peroksisom berukuran mirip dengan lisosom dan dapat ditemukan dalam semua sel eukariota.[50] Organel ini dinamai demikian karena biasanya mengandung satu atau lebih enzim yang terlibat dalam reaksi oksidasi menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2).[51]
Hidrogen peroksida merupakan bahan kimia beracun, namun di dalam
peroksisom senyawa ini digunakan untuk reaksi oksidasi lain atau
diuraikan menjadi air dan oksigen. Salah satu tugas peroksisom adalah mengoksidasi asam lemak panjang menjadi lebih pendek yang kemudian dibawa ke mitokondria untuk oksidasi sempurna.[50] Peroksisom pada sel hati dan ginjal juga mendetoksifikasi berbagai molekul beracun yang memasuki darah, misalnya alkohol. Sementara itu, peroksisom pada biji tumbuhan berperan penting mengubah cadangan lemak biji menjadi karbohidrat yang digunakan dalam tahap perkecambahan.[51]
Sitoskeleton
Sitoskeleton eukariota terdiri dari tiga jenis serat protein, yaitu mikrotubulus, filamen intermediat, dan mikrofilamen.[52] Protein sitoskeleton yang serupa dan berfungsi sama dengan sitoskeleton eukariota ditemukan pula pada prokariota.[33] Mikrotubulus berupa silinder berongga yang memberi bentuk sel, menuntun gerakan organel, dan membantu pergerakan kromosom pada saat pembelahan sel. Silia dan flagela
eukariota, yang merupakan alat bantu pergerakan, juga berisi
mikrotubulus. Filamen intermediat mendukung bentuk sel dan membuat
organel tetap berada di tempatnya. Sementara itu, mikrofilamen, yang
berupa batang tipis dari protein aktin, berfungsi antara lain dalam kontraksi otot pada hewan, pembentukan pseudopodia untuk pergerakan sel ameba, dan aliran bahan di dalam sitoplasma sel tumbuhan.[53]
Sejumlah protein motor menggerakkan berbagai organel di
sepanjang sitoskeleton eukariota. Secara umum, protein motor dapat
digolongkan dalam tiga jenis, yaitu kinesin, dinein, dan miosin. Kinesin dan dinein bergerak pada mikrotubulus, sementara miosin bergerak pada mikrofilamen.[54]
Komponen ekstraseluler
Sel-sel hewan dan tumbuhan disatukan sebagai jaringan terutama oleh matriks ekstraseluler, yaitu jejaring kompleks molekul yang disekresikan
sel dan berfungsi utama membentuk kerangka pendukung. Terutama pada
hewan, sel-sel pada kebanyakan jaringan terikat langsung satu sama lain
melalui sambungan sel.[55]
Matriks ekstraseluler hewan
Matriks ekstraseluler sel hewan berbahan penyusun utama glikoprotein (protein yang berikatan dengan karbohidrat pendek), dan yang paling melimpah ialah kolagen yang membentuk serat kuat di bagian luar sel. Serat kolagen ini tertanam dalam jalinan tenunan yang terbuat dari proteoglikan, yang merupakan glikoprotein kelas lain[56] Variasi jenis dan susunan molekul matriks ekstraseluler menimbulkan berbagai bentuk, misalnya keras seperti permukaan tulang dan gigi, transparan seperti kornea mata, atau berbentuk seperti tali kuat pada otot. Matriks ekstraseluler tidak hanya menyatukan sel-sel tetapi juga memengaruhi perkembangan, bentuk, dan perilaku sel.[57]
Dinding sel tumbuhan
Dinding sel tumbuhan merupakan matriks ekstraseluler yang menyelubungi tiap sel tumbuhan.[58] Dinding ini tersusun atas serabut selulosa yang tertanam dalam polisakarida lain serta protein dan berukuran jauh lebih tebal daripada membran plasma,
yaitu 0,1 µm hingga beberapa mikrometer. Dinding sel melindungi sel
tumbuhan, mempertahankan bentuknya, dan mencegah pengisapan air secara berlebihan.[59]
Sambungan antarsel
Sambungan sel (cell junction) dapat ditemukan pada titik-titik pertemuan antarsel atau antara sel dan matriks ekstraseluler. Menurut fungsinya, sambungan sel dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu (1) sambungan penyumbat (occluding junction), (2) sambungan jangkar (anchoring junction), dan (3) sambungan pengomunikasi (communicating junction).
Sambungan penyumbat menyegel permukaan dua sel menjadi satu sedemikian
rupa sehingga molekul kecil sekalipun tidak dapat lewat, contohnya ialah
sambungan ketat (tight junction) pada vertebrata. Sementara itu, sambungan jangkar menempelkan sel (dan sitoskeletonnya)
ke sel tetangganya atau ke matriks ekstraseluler. Terakhir, sambungan
pengomunikasi menyatukan dua sel tetapi memungkinkan sinyal kimiawi atau
listrik melintas antarsel tersebut. Plasmodesmata merupakan contoh sambungan pengomunikasi yang hanya ditemukan pada tumbuhan.[60]
Fungsi
Metabolisme
Keseluruhan reaksi kimia yang membuat makhluk hidup mampu melakukan aktivitasnya disebut metabolisme,[61] dan sebagian besar reaksi kimia tersebut terjadi di dalam sel.[3] Metabolisme yang terjadi di dalam sel dapat berupa reaksi katabolik, yaitu perombakan senyawa kimia untuk menghasilkan energi maupun untuk dijadikan bahan pembentukan senyawa lain, dan reaksi anabolik, yaitu reaksi penyusunan komponen sel.[62] Salah satu proses katabolik yang merombak molekul makanan untuk menghasilkan energi di dalam sel ialah respirasi seluler, yang sebagian besar berlangsung di dalam mitokondria eukariota atau sitosol prokariota dan menghasilkan ATP. Sementara itu, contoh proses anabolik ialah sintesis protein yang berlangsung pada ribosom dan membutuhkan ATP.
Komunikasi sel
Kemampuan sel untuk berkomunikasi, yaitu menerima dan mengirimkan 'sinyal' dari dan kepada sel lain, menentukan interaksi antarorganisme uniseluler serta mengatur fungsi dan perkembangan tubuh organisme multiseluler. Misalnya, bakteri berkomunikasi satu sama lain dalam proses quorum sensing (pengindraan kuorum) untuk menentukan apakah jumlah mereka sudah cukup sebelum membentuk biofilm, sementara sel-sel dalam embrio hewan berkomunikasi untuk koordinasi proses diferensiasi menjadi berbagai jenis sel.
Komunikasi sel terdiri dari proses transfer sinyal antarsel dalam bentuk molekul (misalnya hormon) atau aktivitas listrik,
dan transduksi sinyal di dalam sel target ke molekul yang menghasilkan
respons sel. Mekanisme transfer sinyal dapat terjadi dengan kontak
antarsel (misalnya melalui sambungan pengomunikasi), penyebaran molekul sinyal ke sel yang berdekatan, penyebaran molekul sinyal ke sel yang jauh melalui saluran (misalnya pembuluh darah), atau perambatan sinyal listrik ke sel yang jauh (misalnya pada jaringan otot polos). Selanjutnya, molekul sinyal menembus membran
secara langsung, lewat melalui kanal protein, atau melekat pada
reseptor berupa protein transmembran pada permukaan sel target dan
memicu transduksi sinyal di dalam sel. Transduksi sinyal ini dapat
melibatkan sejumlah zat yang disebut pembawa pesan kedua (second messenger)
yang konsentrasinya meningkat setelah pelekatan molekul sinyal pada
reseptor dan yang nantinya meregulasi aktivitas protein lain di dalam
sel. Selain itu, transduksi sinyal juga dapat dilakukan oleh sejumlah
jenis protein yang pada akhirnya dapat memengaruhi metabolisme, fungsi,
atau perkembangan sel.[63][64]
Siklus sel
Setiap sel berasal dari pembelahan sel sebelumnya, dan tahap-tahap kehidupan sel antara pembelahan sel ke pembelahan sel berikutnya disebut sebagai siklus sel.[65] Pada kebanyakan sel, siklus ini terdiri dari empat proses terkoordinasi, yaitu pertumbuhan sel, replikasi DNA, pemisahan DNA yang sudah digandakan ke dua calon sel anakan, serta pembelahan sel.[66] Pada bakteri,
proses pemisahan DNA ke calon sel anakan dapat terjadi bersamaan dengan
replikasi DNA, dan siklus sel yang berurutan dapat bertumpang tindih.
Hal ini tidak terjadi pada eukariota
yang siklus selnya terjadi dalam empat fase terpisah sehingga laju
pembelahan sel bakteri dapat lebih cepat daripada laju pembelahan sel
eukariota.[67] Pada eukariota, tahap pertumbuhan sel umumnya terjadi dua kali, yaitu sebelum replikasi DNA (disebut fase G1, gap 1) dan sebelum pembelahan sel (fase G2). Siklus sel bakteri tidak wajib memiliki fase G1, namun memiliki fase G2 yang disebut periode D. Tahap replikasi DNA pada eukariota disebut fase S (sintesis), atau pada bakteri ekuivalen dengan periode C. Selanjutnya, eukariota memiliki tahap pembelahan nukleus yang disebut fase M (mitosis).
Peralihan antartahap siklus sel dikendalikan oleh suatu perlengkapan
pengaturan yang tidak hanya mengoordinasi berbagai kejadian dalam siklus
sel, tetapi juga menghubungkan siklus sel dengan sinyal ekstrasel yang mengendalikan perbanyakan sel. Misalnya, sel hewan pada fase G1
dapat berhenti dan tidak beralih ke fase S bila tidak ada faktor
pertumbuhan tertentu, melainkan memasuki keadaan yang disebut fase G0 dan tidak mengalami pertumbuhan maupun perbanyakan. Contohnya adalah sel fibroblas yang hanya membelah diri untuk memperbaiki kerusakan tubuh akibat luka.[66] Jika pengaturan siklus sel terganggu, misalnya karena mutasi, risiko pembentukan tumor—yaitu perbanyakan sel yang tidak normal—meningkat dan dapat berpengaruh pada pembentukan kanker.[68]
Diferensiasi sel
Diferensiasi sel menciptakan keberagaman jenis sel yang muncul selama perkembangan suatu organisme multiseluler dari sebuah sel telur yang sudah dibuahi. Misalnya, mamalia yang berasal dari sebuah sel berkembang menjadi suatu organisme dengan ratusan jenis sel berbeda seperti otot, saraf, dan kulit.[69] Sel-sel dalam embrio yang sedang berkembang melakukan pensinyalan sel yang memengaruhi ekspresi gen sel dan menyebabkan diferensiasi tersebut.[70]
Kematian sel terprogram
Sel dalam organisme multiseluler
dapat mengalami suatu kematian terprogram yang berguna untuk
pengendalian populasi sel dengan cara mengimbangi perbanyakan sel,
misalnya untuk mencegah munculnya tumor. Kematian sel juga berguna untuk menghilangkan bagian tubuh yang tidak diperlukan. Contohnya, pada saat pembentukan embrio,
jari-jari pada tangan atau kaki manusia pada mulanya saling menyatu,
namun kemudian terbentuk berkat kematian sel-sel antarjari. Dengan
demikian, waktu dan tempat terjadinya kematian sel, sama seperti
pertumbuhan dan pembelahan sel, merupakan proses yang sangat terkendali.
Kematian sel semacam itu terjadi dalam proses yang disebut apoptosis yang dimulai ketika suatu faktor penting hilang dari lingkungan sel atau ketika suatu sinyal internal diaktifkan. Gejala awal apoptosis ialah pemadatan nukleus dan fragmentasi DNA yang diikuti oleh penyusutan sel.[71]
Kajian tentang sel
Biologi sel modern berkembang dari integrasi antara sitologi, yaitu kajian tentang struktur sel, dan biokimia, yaitu kajian tentang molekul dan proses kimiawi metabolisme. Mikroskop merupakan peralatan yang paling penting dalam sitologi, sementara pendekatan biokimia yang disebut fraksinasi sel juga telah menjadi sangat penting dalam biologi sel.[72]
Mikroskopi
Mikroskop berperan dalam kajian tentang sel sejak awal penemuannya. Jenis mikroskop yang digunakan para ilmuwan Renaisans dan yang kini masih banyak digunakan di laboratorium ialah mikroskop cahaya. Cahaya tampak dilewatkan menembus spesimen dan kemudian lensa kaca yang merefraksikan
cahaya sedemikian rupa sehingga citra spesimen tersebut diperbesar
ketika diproyeksikan ke mata pengguna mikroskop. Namun demikian,
mikroskop cahaya memiliki batas daya urai, yaitu tidak mampu menguraikan
perincian yang lebih halus dari kira-kira 0,2 µm (ukuran bakteri
kecil). Pengembangan teknik penggunaan mikroskop cahaya sejak awal abad
ke-20 melibatkan usaha untuk meningkatkan kontras, misalnya dengan
pewarnaan atau pemberian zat fluoresen. Selanjutnya, biologi sel mengalami kemajuan pesat dengan penemuan mikroskop elektron yang menggunakan berkas elektron
sebagai pengganti cahaya tampak dan dapat memiliki resolusi (daya urai)
sekitar 2 nm. Terdapat dua jenis dasar mikroskop elektron, yaitu
mikroskop elektron transmisi (transmission electron microscope, TEM) dan mikroskop elektron payar (scanning electron microscope,
SEM). TEM terutama digunakan untuk mengkaji struktur internal sel,
sementara SEM sangat berguna untuk melihat permukaan spesimen secara
rinci.[72]
Fraksinasi sel
Fraksinasi sel
ialah teknik untuk memisahkan bagian-bagian sel. Secara umum, teknik
ini melibatkan homogenisasi, yaitu pemecahan sel secara halus dengan
bantuan blender atau alat ultrasuara, dan sentrifugasi, yaitu pemisahan komponen-komponen sel oleh gaya sentrifugal dalam alat sentrifuge, alat seperti komidi putar
untuk tabung reaksi yang dapat berputar pada berbagai kecepatan.
Sentrifuge yang paling canggih, yang disebut ultrasentrifuge, dapat
berputar secepat 80.000 rotasi per menit (rpm) dan memberikan gaya pada partikel-partikel sampel hingga 500.000 kali gaya gravitasi bumi (500.000 g).
Pemutaran homogenat di dalam sentrifuge akan memisahkan bagian-bagian
sel ke dalam dua fraksi, yaitu pelet, yang terdiri atas
struktur-struktur lebih besar yang terkumpul di bagian bawah tabung
sentrifuge, dan supernatan, yang terdiri atas bagian-bagian sel yang
lebih kecil yang tersuspensi dalam cairan di atas pelet tersebut.
Supernatan ini disentrifugasi kembali dan prosesnya diulangi, dengan
kecepatan putaran yang semakin tinggi pada setiap tahap, sehingga
komponen sel yang semakin lama semakin kecil terkumpul dalam pelet yang
berurutan.[
Coin Casino Review - Casinoowed.com
BalasHapusThe 인카지노 Coin deccasino Casino Bonus Code is VBETS500, and the 1xbet korean maximum bonus amount is 100% up to $250. You can use this code to claim the bonus.